Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Geliat CSR: Eskalasi Social Entrepreneurship untuk Rekonsiliasi Eksternalitas Positif Di Tengah Covid-19

Geliat CSR: Eskalasi Social Entrepreneurship untuk Rekonsiliasi Eksternalitas Positif Di Tengah Covid-19

Dunia saat ini sedang digemparkan oleh wabah covid -19. Wabah ini pertama kali dideteksi di Wuhan, provinsi Hubei, China pada tanggal 31 Desember 2019 setelah China melaporkan ke WHO bahwa ada penyakit yang belum terdeteksi dengan gejala mirip pneumonia.

Sejak saat itu penyebaran virus ini sangat cepat menjangkiti negara-negara yang berbatasan dengan China yakni di Asia, Amerika, Eropa hingga Afrika. Pengembangan vaksin terus dilakukan oleh banyak ilmuwan di dunia.

Covid mulai masuk Indonesia setelah presiden Joko Widodo pertama kali mengkonfirmasi ada 2 penyintas Covid yakni WN jepang yang berusia 31 tahun dan seorang lansia perempuan berusia 64 tahun. Penanganan covid di Indonesia ini terlampaui lambat jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Di bulan April pemerintah kemudian mengeluarkan pengumuman penanganan terhadap pasien covid sesuai 3 kriteria yakni: OTG, ODP dan PDP. Di bulan April itu juga diberlakukannya kebijakan PSBB yang membatasi mobilitas masyarakat sehingga mengganggu nafas perekonomian, kegiatan belajar mengajar, sosial dan budaya masyarakat.

Melihat beberapa reportase berita di warta elektronik/cetak banyak sekali ke tidak tanggapan pemerintah dalam mengentaskan wabah ini di samping itu juga, pihak yang harusnya berwenang malah menampakkan batang hidungnya, komunikasi publik tidak optimal bahkan bias informasi banyak ditemui.

Bisa dikatakan penanganan covid seperti pertunjukan akrobatik dan komedi. Salah satunya terdengar desas-desus yang mengklaim telah menemukan vaksin Covid dari sumber yang tidak kredibel salah satunya: pemaparan oleh Prof. Hadi Pranoto di akun Youtube Anji dan klaim kalung anti covid oleh Kementan.

Entah ingin mendulang atensi atau ingin mendapat penghargaan dari Lembaga pemerintah namun, klaim vaksin yang dilakukan tidak benar dan saat ini belum terdengar lagi kejelasannya.

Namun, saat ini memasuki bulan September sudah diumumkan oleh WHO bahwa vaksin telah ditemukan dan sedang pada tahap uji coba sebelum di lisensikan dan diakui sebagai vaksin covid dengan tingkat efikasi di atas 90%.

Proses distribusi covid ini juga bergilir dan tidak semua warga negara Indonesia dapat hanya pihak-pihak tertentu saja seperti: lansia, kelompok rentan, distabilitas dan pasien covid.

Di tengah kondisi seperti saat ini tentu banyak eksternalitas negative yang diterima oleh masyarakat dunia salah satunya Indonesia. BPS merilis adanya penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mana saat di Q1 minus 2,1 % jika dibandingkan dengan Q2 tahun 2019 sedangkan di Q2 tahun 2020 minus -5,32%.

Ada maslah kriminalitas di tengah covid menurut data Mabes Polri mengalami kenaikan sebanyak 19,72%, fakta mengejutkannya pelaku kejahatan ialah pemuda, fenomena ini bisa disebut angry youth. di tengah pandemi seperti kriminalitas meningkat karena suramnya ketenagakerjaan, PHK masal dan perubahan rumah tangga.

Kondisi seperti saat ini membutuhkan adanya perhatian dari semua pihak, tidak hanya pemerintah saja mengingat sekarang sudah memasuki era collaborative governance dan menerapkan stirring di setiap aspek kehidupan negara.

Perusahaan, start up, pemerintah lokal, NGO,LSM, dan pemerintah pusat perlu Bersatu dan saling melengkapi. Dalam kasus ini CSR sangat penting keberadaannya karena di masa covid masyarakat tidak hanya membutuhkan bantuan finansial saja tapi juga ,pengembangan kapasitas, mentoring untuk mandiri dan berlatih berpikir solutif.

Era Disruption juga semakin menambah beban akan tetapi pasti ada dampak positif yang dapat di manfaatkan. Mengingat CSR menjadi hal wajib yang perlu dilakukan dan sudah berpayung hukum diantraanya ; Undang undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, undang undang nomor 4 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas , PP no. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan Terbatas.

Manfaat dari CSR ini perusahaan dapat mewujudkan keberlanjutan perusahaan dan menghindari adanya konflik antara perusahaan dengan stakeholder. Sedana dengan hal ini pula ada seorang tokoh yang mencetuskan konsep 3P yakni : Profit, people and planet.
Namun konsep ini masih sulit diterapkan di Indonesia mengingat ada persepsi bahwa setiap perusahaan yang beroperasi Sebagian keuntungannya wajib di berikan untuk pemulihan ekonomi, sosial masyarakat terdampak.

Untuk itu diperlukan strategi SCR yang lain agar memiliki kontinuitas di masyarakat serta memiliki dampak jangka Panjang. Salah satu caranya ialah dengan 1 masalah di naungi dan diselesaikan oleh sosial entrepreneurship.

Secara konsep memang memiliki perbedaan akan tetapi bentuk sosial entrepreneurship dapat dimodifikasi dan dapat diaplikasikan dalam perspektif CSR. Kegiatan dalam sosial enterpreurship ini dapat diadopsi perusahaan pemberi CSR yang mana usaha yang dilakukan dapat digunakan untuk menangani maslah di masyarakat.

Namun dibalik perbedaan tersebut CSR dan sosial entrepreneurship memiliki kesamaan tanggung jawab yakni memecahkan masalah sosial salah satunya ialah Community Development tujuan akhirnya sama yakni susatainable development.

Social entrepreneurship digagas oleh pendiri Asoka Foundation yakni Bill Drayton. Merujuk pada oxford dictionary Social diartikan sebagai masyarakat dan entrepreneurship ialah kewirausahaan secara ringkas Menurut Cukier (2011) dalam Dwianto, Agung, Social entrepreneurship ialah seorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial terutama meliputi bidang kesejahteraan, Pendidikan dan Kesehatan.

Salah satu perusahaan sosial entrepreneurship ialah Du’Anyam. Du’Anyam ini didirikan sejak tahun 2014 di dicetuskan oleh Azalea Ayuningtyas dan Bersama rekannya. Social intrepreneur ini mengadopsi dan mengaplikasikan konsep one village one Collection model. Visi dari Social intrepreneur ini “empower women, promote culture and improved livelihood”.
Selain itu juga berkolaborasi dengan perusahaan Samsung, Facebook, gojek.

Kegiatan utamanya ialah memfasilitasi ibu rumah tangga Di NTT yang pandai menganyam agar produk yang dibuat memiliki value added dan dapat dipasarkan secara luas baik dipromosikan secara konvensional maupun daring. DuAnyam aktif mempromosikan produk anyaman di Instagram dan website mereka.

Saat ini Duanyam telah berhasil mengurangi angka kematian bayi perempuan NTT serta meningkatkan 40% pendapatan ibu rumah tangga yang berguna meningkatkan taraf kesejahteraan. Produk yang dijual ada banyak bentuk dari wadah, hadiah kecil ataupun produk pakai.

Nama Perusahaan ini PT Karya Dua Anyam. Program sosial intrepreneur ini berlangsung dalam jangka Panjang dan programnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Ada Win Win strategi di sini: 1. Perusahaan yang menaungi mendapat citra baik di kancah nasional maupun internasional. 2. Dari sisi tujuannya dapat memecahkan masalah sosial yang ada di masyarakat serta membuka lapangan pekerjaan baru CSR juga diharapkan tidak hanya berdampak jangka pendek. Ini merupakan Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menciptakan kontinuitas.

Perusahaan multinasional yang belum bisa mengelola program CSRnya dapat bekerja sama dengan Social Entrepreneurship untuk mengelolanya sehingga CSR yang ada tidak bias dan manfaatnya benar-benar di rasakan. CSR yang diberikan perusahaan bukan hanya sebatas uang tapi bisa juga membantu memberikan fasilitas, akomodasi dan tempat untuk ruang publik.

Tantangan utama yang dihadapi untuk membuat program CSR model ini ialah: 1. Kurangnya minat perusahaan multinasional untuk bekerja sama dengan sosial entrepreneurship yang baru di tahap rintisan dan belum memiliki nama besar. 2. Belum adanya ekosistem yang mendukung perkembangan sosial entrepreneurship ini baik dari regulasi, minat masyarakat. 3. Adanya keterbatasan dana, bahan baku seta peralatan produksi. 4. Membutuhkan waktu lama untuk menciptakan iklim yang mendukung berkembangnya socio intrepreneur. 5. Masih berjalannya sendiri sendiri pengusaha di daerah dan belum terkoordinasi dengan baik antara pemerintah dan perusahaan multinasional.

Penulis: Desfin Sabrina Ramadhini

Posting Komentar untuk "Geliat CSR: Eskalasi Social Entrepreneurship untuk Rekonsiliasi Eksternalitas Positif Di Tengah Covid-19"